Pages

Wednesday, 22 May 2013

"Buku, Pesta, dan Cinta" di Asrama Juga Ada

Slogan “buku, pesta dan cinta” pastinya sudah amat dikenal di kalangan mahasiswa. Saya sendiri mengetahui slogan ini dari Rektor saya beberapa tahun lalu dalam sebuah pelatihan. Bagi yang belum pernah mendengar, slogan “buku, pesta dan cinta” ini awalnya dikumandangkan oleh Soe Hok Gie, yang melambangkan kehidupan mahasiswa dan sangat terkenal di kalangan akademisi Universitas Indonesia. Namun, kali ini saya akan membicarakan “buku, pesta dan cinta” dari sudut pelajar SMA terutama di asrama, berdasarkan pengalaman saya bersekolah di SMA Pangudi Luhur van Lith, Muntilan.

Saya masuk dan bersekolah di SMA PL van Lith pada tahun 2006, bersama dengan 159 putra-putri lain dari seluruh penjuru Indonesia. Singkatnya, saya menjalani pendidikan Sekolah Menengah Atas dan menghabiskan 3 tahun masa remaja saya di asrama, di sebuah kota kecil di kaki gunung Merapi. Banyak dinamika dan naik turun kehidupan yang saya –atau boleh mewakili teman-teman disana– alami. Susah, senang, galau, homesick, dan banyak lagi. Kali ini saya akan menceritakan tiga aspek yang lekat dengan mahasiswa tadi, yang terjadi di sekolah asrama.

BUKU. Sebagai pelajar tentu aspek ini yang paling utama. Walaupun berasrama, pada dasarnya sistem kurikulum pendidikan di SMA PL van Lith tidak jauh berbeda dengan sekolah reguler lainnya. Hidup di asrama mewajibkan kami untuk mengikuti perkembangan dunia luar, nggak boleh kudet. Dari sisi akademis kami pun sering bersaing sehat dengan banyak sekolah lain, dengan mengedepankan sistem yang mengharuskan kami belajar untuk lebih aktif mencari ilmu, bukan hanya menerima ilmu. Banyak yang beranggapan dengan bersekolah di sekolah asrama lantas membuat kami siswanya menjadi kutu buku, nerd, cupu, dengan membawa setumpuk buku tebal kemana-mana. Nggak, itu salah banget. Sebagai remaja pada umumnya kami juga memiliki sisi nyantai, terkadang hanya membawa sebuah binder ke sekolah, dan belajar untuk ulangan dengan sistem kebut semalam. Bagi saya sendiri hidup di asrama itu harus dinikmati, jangan terlalu spaneng. Menikmati hidup, yang terpenting dari semuanya itu adalah hasil yang dipetik. Berbagai macam medali dan piala kejuaraan di bidang akademik sudah banyak diraih oleh SMA PL van Lith. Begitu pun dengan ranking di urutan sekolah bergengsi di Jawa Tengah dan nasional. Buku bagi kami, penting.

PESTA. Hidup itu harus dinikmati.. (amiiinnn?) Lagi-lagi, walaupun hidup di asrama kami punya cara sendiri untuk menghibur diri, salah satnya dengan pesta. Tapi, jangan samakan pesta yang kami buat ini dengan pesta lainnya di luaran sana. Dalam satu tahun ada lebih dari tiga pesta yang kami buat. Mulai dari Christmas Party, Valentine Party, Welcome Party, BKS Party, Hari Van Lith, sampai pesta nama Santo/Santa Pelindung. Semuanya tentu buatan sendiri para siswa SMA PL van Lith di bawah koordinasi dari OSVALI (OSIS SMA PL van Lith). Ketika pesta-pesta ini berlangsung pastilah semua warga van Lith (sebutan untuk pelajar dan penghuni asrama) ikut berperan serta memeriahkan acara. Semua berbahagia, mulai dari tarian, musik, sampai mosing bersama dilakukan dalam pesta-pesta ini. Pesta yang dilaksanakan ini bukan bermaksud untuk hura-hura, tapi lebih pada perayaan suatu acara, kebersamaan, dan lebih mempererat kedekatan antara warga van Lith, para pendamping, juga warga sekitar, karena tidak jarang pesta yang diadakan melibatkan warga sekitar sekolah dan asrama. Pesta bagi kami, juga penting.

CINTA. Tidak bisa dipungkiri bahwa cinta tidak bisa lepas dari kehidpan remaja terutama masa SMA. SMA PL van Lith adalah sekolah berasrama putra (ASPA) dan putri (ASPI). Intensitas pertemuan dan banyaknya kegiatan bersama tidak jarang menumbuhkan benih-benih cinta di antara ASPA dan ASPI, saya pun pernah mengalami (jiyeeee…). Hidup di asrama membuat kami memiliki banyak cara unik dalam menyatakan cinta dan sayang, mulai dari cara nembak, merayakan bulanan, ulang tahun pasangan, dll. Mulai dari ASPI yang jadi lebih sering belajar memasak untuk pacarnya, sampai ASPA yang menjadi lebih tekun dalam membuat origami dan membungkus kado. Cara berpacaran di asrama pun terbilang unik, karena hanya diizinkan membawa handphone hari Kamis, Sabtu dan Minggu, kami berkomunikasi dengan pacar menggunakan surat, buku medikom (media komunikasi), dan terkadang mencuri chatting di ruang komputer asrama saat jam studi. Barisan pasangan baik yang berstatus pacaran ataupun masih gebetan juga terlihat saat jam pulang kegiatan sore atau selepas jam bebas, dan kemudian gerbang ASPI pun berubah menjadi gerbang cinta, dimana banyak pasangan yang melepas rindu sebelum akhirnya terpisah asrama lagi, bagi yang nggak punya pasangan yaaa paling sekedar jajan batagor atau ke toko BRIP (Bu Rustam Indah Plaza), hehe. Klasik, tapi dengan itu justru kami memiliki kenangan tersendiri mengenai kisah percintaan jaman SMA. Pacaran yang dijalani juga cenderung positif karena sering juga tiap pasangan belajar bersama dan menjadi tempat untuk curhat. Cinta, tentu penting.

Nah, dari tiga aspek yang saya ceritakan jadi, itulah uniknya bersekolah di asrama terutama SMA PL van Lith dan itu sendiri baru sebagian kecil dari pengalaman 3 tahun yang saya alami. Saya pribadi selalu bangga dan bahagia apabila mengingat kembali dan menceritakan kisah saya di van Lith. Terimakasih atas kesempatan untuk berbagi kisah indah mengenai SMA PL van Lith. Nyalakan, kobarkan, api van Lith di mana pun….

--Elizabeth Jane Caesarina (VL XVI)

No comments: