Slogan “buku, pesta dan cinta”
pastinya sudah amat dikenal di kalangan mahasiswa. Saya sendiri
mengetahui slogan ini dari Rektor saya beberapa tahun lalu dalam sebuah
pelatihan. Bagi yang belum pernah mendengar, slogan “buku, pesta dan
cinta” ini awalnya dikumandangkan oleh Soe Hok Gie, yang melambangkan
kehidupan mahasiswa dan sangat terkenal di kalangan akademisi Universitas
Indonesia. Namun, kali ini saya akan membicarakan “buku, pesta dan
cinta” dari sudut pelajar SMA terutama di asrama, berdasarkan pengalaman
saya bersekolah di SMA Pangudi Luhur van Lith, Muntilan.
Saya masuk dan bersekolah di SMA PL
van Lith pada tahun 2006, bersama dengan 159 putra-putri lain dari
seluruh penjuru Indonesia. Singkatnya, saya menjalani pendidikan Sekolah
Menengah Atas dan menghabiskan 3 tahun masa remaja saya di asrama, di
sebuah kota kecil di kaki gunung Merapi. Banyak dinamika dan naik turun
kehidupan yang saya –atau boleh mewakili teman-teman disana– alami.
Susah, senang, galau, homesick, dan banyak lagi. Kali ini saya akan menceritakan tiga aspek yang lekat dengan mahasiswa tadi, yang terjadi di sekolah asrama.
BUKU. Sebagai pelajar tentu aspek
ini yang paling utama. Walaupun berasrama, pada dasarnya sistem
kurikulum pendidikan di SMA PL van Lith tidak jauh berbeda dengan
sekolah reguler lainnya. Hidup di asrama mewajibkan kami untuk mengikuti
perkembangan dunia luar, nggak boleh kudet. Dari
sisi akademis kami pun sering bersaing sehat dengan banyak sekolah lain,
dengan mengedepankan sistem yang mengharuskan kami belajar untuk lebih
aktif mencari ilmu, bukan hanya menerima ilmu. Banyak yang beranggapan
dengan bersekolah di sekolah asrama lantas membuat kami siswanya menjadi
kutu buku, nerd, cupu, dengan membawa setumpuk buku tebal kemana-mana. Nggak, itu salah banget. Sebagai remaja pada umumnya kami juga memiliki sisi nyantai, terkadang hanya membawa sebuah binder
ke sekolah, dan belajar untuk ulangan dengan sistem kebut semalam. Bagi
saya sendiri hidup di asrama itu harus dinikmati, jangan terlalu spaneng.
Menikmati hidup, yang terpenting dari semuanya itu adalah hasil yang
dipetik. Berbagai macam medali dan piala kejuaraan di bidang akademik
sudah banyak diraih oleh SMA PL van Lith. Begitu pun dengan ranking
di urutan sekolah bergengsi di Jawa Tengah dan nasional. Buku bagi kami,
penting.
PESTA. Hidup itu harus dinikmati..
(amiiinnn?) Lagi-lagi, walaupun hidup di asrama kami punya cara sendiri
untuk menghibur diri, salah satnya dengan pesta. Tapi, jangan samakan
pesta yang kami buat ini dengan pesta lainnya di luaran sana. Dalam satu
tahun ada lebih dari tiga pesta yang kami buat. Mulai dari Christmas Party, Valentine Party, Welcome Party, BKS Party,
Hari Van Lith, sampai pesta nama Santo/Santa Pelindung. Semuanya tentu
buatan sendiri para siswa SMA PL van Lith di bawah koordinasi dari OSVALI
(OSIS SMA PL van Lith). Ketika pesta-pesta ini berlangsung pastilah
semua warga van Lith (sebutan untuk pelajar dan penghuni asrama) ikut
berperan serta memeriahkan acara. Semua berbahagia, mulai dari tarian,
musik, sampai mosing bersama dilakukan dalam pesta-pesta ini.
Pesta yang dilaksanakan ini bukan bermaksud untuk hura-hura, tapi lebih
pada perayaan suatu acara, kebersamaan, dan lebih mempererat kedekatan
antara warga van Lith, para pendamping, juga warga sekitar, karena tidak
jarang pesta yang diadakan melibatkan warga sekitar sekolah dan asrama.
Pesta bagi kami, juga penting.
CINTA. Tidak bisa dipungkiri bahwa
cinta tidak bisa lepas dari kehidpan remaja terutama masa SMA. SMA PL
van Lith adalah sekolah berasrama putra (ASPA) dan putri (ASPI).
Intensitas pertemuan dan banyaknya kegiatan bersama tidak jarang
menumbuhkan benih-benih cinta di antara ASPA dan ASPI, saya pun pernah
mengalami (jiyeeee…). Hidup di asrama membuat kami memiliki banyak cara
unik dalam menyatakan cinta dan sayang, mulai dari cara nembak,
merayakan bulanan, ulang tahun pasangan, dll. Mulai dari ASPI yang jadi
lebih sering belajar memasak untuk pacarnya, sampai ASPA yang menjadi
lebih tekun dalam membuat origami dan membungkus kado. Cara berpacaran
di asrama pun terbilang unik, karena hanya diizinkan membawa handphone
hari Kamis, Sabtu dan Minggu, kami berkomunikasi dengan pacar
menggunakan surat, buku medikom (media komunikasi), dan terkadang
mencuri chatting di ruang komputer asrama saat jam studi.
Barisan pasangan baik yang berstatus pacaran ataupun masih gebetan juga
terlihat saat jam pulang kegiatan sore atau selepas jam bebas, dan
kemudian gerbang ASPI pun berubah menjadi gerbang cinta, dimana banyak
pasangan yang melepas rindu sebelum akhirnya terpisah asrama lagi, bagi
yang nggak punya pasangan yaaa paling sekedar jajan batagor
atau ke toko BRIP (Bu Rustam Indah Plaza), hehe. Klasik, tapi dengan itu justru kami memiliki
kenangan tersendiri mengenai kisah percintaan jaman SMA. Pacaran yang
dijalani juga cenderung positif karena sering juga tiap pasangan belajar
bersama dan menjadi tempat untuk curhat. Cinta, tentu penting.
--Elizabeth Jane Caesarina (VL XVI)
No comments:
Post a Comment